Hari, Tgl Kegiatan : Sabtu, 12 Juli 2014
Kegiatan : K1
Bentuk Kegiatan : Penyuluhan
Sasaran Kegiatan : Pedagang
Uraian Kegiatan :
Kegiatan : K1
Bentuk Kegiatan : Penyuluhan
Sasaran Kegiatan : Pedagang
Uraian Kegiatan :
Agenda
SAPTA POSDAYA pada hari ini adalah observasi sekaligus penyuluhan yang mana
sasaran kami adalah pedagang jajanan yang biasa menjajakan dagangannya
disekitar SDN Boro. Kali ini kami memutuskan untuk membagi tugas dengan cara
memecah tim kami menjadi lima kelompok yang masing-masing kelompok
beranggotakan dua orang untuk terjun langsung ke lapangan.
Saya,
Wahyu Rian Hidayat bersama Anggayana SP tertarik untuk melakukan observasi
kepada salah satu pedagang yang pernah kami jumpai pada saat kami survey lokasi
beberapa waktu yang lalu. Namun, karena bertepatan dengan masa libur sekolah
dan memasuki bulan ramadhan, kami tak lagi menjumpai pedagang tersebut
berjualan, kamipun berinisiatif untuk langsung mendatangi rumah pedagang
tersebut dengan terlebih dahulu bertanya kepada warga sekitar.
Setelah
kami mendapat jawaban, kami langsung saja mendatangi rumah pedagang tersebut
untuk mengetahui proses produksi jajanan dari awal hingga akhir dan
mengevaluasi apa saja yang perlu diperbaiki dan kemudian memberikan pengarahan
atau sedikit penyuluhan pada pedagang tersebut mengenai keamanan pangan jajanan
anak sekolah.
Disana
kami disambut baik oleh Bpk. Samsul, pedagang yang kami maksud. Beliau berdagang
jajanan yang menurut kami unik dan cukup menarik perhatian anak sebagai
konsumen utama panganan ini. Ya, namanya “Sempolan”, kudapan khas Pati, Jawa
Tengah. Harganya murah meriah, hanya Rp 500/tusuk. Bentuknya mirip sate karena menggunakan tusuk (sujen) untuk
menyajikannya. Makanan ini terbuat dari daging ayam giling yang dicampur dengan
tepung dan bumbu. Tak jauh berbeda dengan "cilok", makanan ini disajikan dengan saus sambal.
Proses
pembuatannya cukup sederhana, Bpk. Samsul memaparkannya secara gamblang dan
mendetail, kamipun membantunya. mulanya daging ayam bagian dada digiling,
selagi daging digiling Bpk. Samsul menambahkan tepung kanji dan tepung terigu
serta bumbu-bumbu seperti bawang putih, lada, dan monosodium glutamat (MSG). Setelah
tercampur rata adonan dituang ke sebuah wadah dan siap melalui proses
selanjutnya, yakni pencetakan. Proses cetaknya manual, hampir mirip dengan cara
mencetak bakso, Bpk. Samsul menggunakan tangan telanjang dan terlebih dahulu
melumuri tangannya dengan tepung terigu, alasannya agar tidak lengket ditangan.
Lalu Bpk. Samsul mulai mencetak, satu persatu adonan yang telah dikepal
ditusukan sate dimasukkan ke dalam panci berisi air mendidih yang telah
dicampur sedikit minyak goreng bekas (jelantah)
dengan tujuan agar tidak lengket dan sebagai penyedap aroma (ambu-ambuan).
Setelah mengamati proses pembuatan produknya,
kami beralih mengamati rombong yang biasa beliau gunakan untuk keliling menjual
“sempolan” hasil karyanya beserta perkakasnya seperti wadah saus, wajan, alat
peniris dan minyak goreng. Setelah melakukan serangkaian kegiatan pengamatan
secara menyeluruh, kami menemukan beberapa hal yang perlu dievaluasi,
diantaranya yaitu :
Pertama, Dapur.
Dapur yang digunakan untuk mengolah “sempolan” dan
memprosesnya hingga setengah matang menurut kami masih jauh dari kata bersih. Perkakas
yang digunakan pun kurang terjamin kehigienisannya.
Kedua, Rombong dan Perkakas.
Rombong yang digunakan sebagai mobilitas usaha kami
rasa cukup layak. Namun, perkakas yang digunakan menurut kami kurang higienis,
kami menyorot beberapa perkakas yang kotor, besi yang berkarat, terutama wadah
saus yang menurut pengakuan Bpk. Samsul tidak pernah dicuci, setelah berdagang,
saus yang habis langsung ditambah hingga seterusnya.
Ketiga, Bahan yang digunakan.
Bahan yang digunakan belum bisa dikatakan aman
karena masih menggunakan MSG (Monosodium Glutamat) sebagai penyedap rasa,
terlebih konsumen utama makanan ini adalah anak-anak yang metabolisme tubuhnya
masih rentan terhadap bahan-bahan kimiawi. Lalu mengenai minyak goreng bekas yang
ditambahkan dalam air mendidih, memang untuk menghindari lengket dan sebagai
penambah aroma, minyak goreng dianjurkan ditambahkan dalam air untuk merebus. Namun,
hendaknya tidak menggunakan minyak goreng bekas. Begitu juga minyak untuk
menggoreng “sempolan”, harus diganti secara berkesinambungan.
Keempat, Kebersihan diri.
Proses produksi yang dilakukan Bpk. Samsul secara
manual dengan tangan telanjang menurut kami masih menjadi masalah yang
sebenarnya kecil, namun hal kecil seperti ini akan menjadi besar apabila telah
menimbulkan penyakit terhadap konsumennya yang disebabkan kuman yang ada
ditangan Bpk. Samsul mengontaminasi “sempolan”.
Setelah
kiranya kami mengevaluasi, lantas kami memberikan sedikit pencerahan kepada
Bpk. Samsul agar beliau lebih memperhatikan kebersihan dapur yang mana dapur
itu merupakan tempat utama untuk mengolah bahan hingga menjadi “sempolan”. Yang
kedua, mengenai rombong dan perkakas agar Bpk. Samsul membersihkan wadah saus
setelah seharian digunakan berjualan dan mengganti selalu minyak goreng yang
digunakan untuk menggoreng “sempolan” serta mengganti perkakas yang sudah tidak
layak pakai. Yang ketiga mengenai bahan “sempolan” agar Bpk. Samsul mengganti
MSG dengan penyedap alami seperti gula dan garam mengingat konsumen utamanya
adalah anak-anak. Dan yang terakhir mengenai kebersihan diri, agar Bpk. Samsul mengenakan
sarung tangan khusus untuk mengolah adonan “sempolan”nya agar tidak
terkontaminasi dengan kuman karena tersentuh secara langsung.
Demikian
yang dapat kami laporkan mengenai kegiatan observasi kami terhadap pedagang
jajanan anak, kami berterima kasih kepada Bpk. Samsul, pedagang “sempolan” yang
telah bersedia dimintai keterangan dan membantu kami dalam proses observasi
ini. Akhirul kalam, wabillahitaufik walhidayah walridlowalinayah
wassalamualaikum warohmah wabarokah...
Foto - foto terkait :
0 komentar
Posting Komentar